Friday, October 21, 2011

Tidak Tinggal di Riau

Jovan: "Miss, Jovan gatau jawaban soal ini!"

Me: (melongok melirik kertas soal Jovan) Soal latihan: "Apa penyebab utama kabut asap di Riau?"

Jovan: "Apa Miss? Asap mobil ya? Asap motor ya?"

Me: "Asap kendaraan bermotor juga penyebab kabut asap, tapi penyebab utamanya kalo di Riau kebakaran hutan." (menjelaskan dengan sangat bijak)

Jovan: "Mana ada hutan di Riau???!!" (mendadak emosi) (ditunjukkan dengan adanya serangan tanda tanya dan tanda seru)

Me: "Lho? Ya ada.. Di Riau ini banyak sekali hutan. Kita tinggal di Riau kan? Jovan tinggal di Riau kan? ..." (belum selesai menjelaskan sudah dipotong Jovan)

Jovan: "Tidak! Jovan tinggal di Sudirman. Louis tuh yang tinggal di Riau!!"


Jovan, 7 tahun, kelas 2 SD
Belum belajar provinsi
Menganggap Riau itu hanya nama jalan

Monday, September 26, 2011

The crying muscles

My Life in Suit Deck "Gemini Project"
Zack and Cody were doing something like outbond,
Zack: (super tired) My muscles r crying!
Cody: It's called sweat!


P.s: I just tried to do a cardio dance. It seems so easy, but so damn hurt!! Yes, it makes my muscles crying too..

Saturday, July 30, 2011

It All Ends

"It was the end of a decade, but the start of an age
 long live all the magic we made!"





Sad to realize that it's all really over. It is just too epic. :'(


Friday, April 22, 2011

Lagi-lagi Soal Pengemis


Saya sudah pernah membahas tentang pengemis berkaki buntung dua kali di postingan sebelumnya. Nah kali ini saya ingin membahas tentang rekan mereka, para pengemis kecil.
Kenapa saya bilang rekan? Karena pengemis anak kecil yang saya perhatikan tempat mangkalnya sama dengan para pengemis 'buntung' itu yaitu di perempatan SKA.

Saya sering memperhatikan para pengemis di sini karena saya hampir setiap hari lewat sana. Pengemis kecil ini ada satu orang yang sudah beberapa kali saya tandai karena sikapnya yang sangat tidak baik untuk seorang anak kecil. Anak kecil perempuan yang usianya tak lebih dari 6 tahun.

Hal yang membuat saya ingat dengan si kecil ini adalah ketika ada pengemis "buntung" baru di area mereka. Mungkin karena menganggap persaingan akan semakin ketat dengan adanya si 'buntung' baru, dia jadi kurang suka dan menginginkan agar si 'buntung' baru pergi.

Hal ini ditunjukkan dengan cara mengata-ngatai si 'buntung'. Gak terima dihina, si 'buntung' balas caci. Umpat-mengumpat dilanjutkan tanpa peduli pada pengendara yang memandang mereka. Dan karena merasa kalah akhirnya si kecil meraup pasir di pinggir jalan dan melemparnya pada si 'buntung'. Lampu berubah hijau dan kami berlalu dari situ dengan kesan mendalam pada si kecil.

Dan kemaren, lagi-lagi saya melihat si anak kecil ini. Kali ini dia berdua dengan temannya, sama-sama pengemis kecil. Awalnya  saya gak memperhatikan mereka sampai saya mendengar kata-kata yang sangat tidak pantas terlontar dari mulut mereka.

"Kau poyo!! Poyo lonte!!" umpatnya marah pada si teman.

Cuma empat kata itu yang terdengar oleh saya karena setelah itu lampu berubah hijau dan kami pun berlalu. Tapi lagi-lagi hal ini menjadi bahan pikiran saya di sepanjang jalan pulang. Bagaimana bisa kata-kata semacam "poyok" dan "lonte" keluar dari mulut seorang anak sekecil itu? Kata-kata yang sangat tidak pantas diucapkan oleh orang dewasa apalagi oleh anak seumuran dia. Merinding rasanya pas dengar teriakan itu. Dia tau gak sih apa yang dia ucapin itu? Atau itu cuma sekedar digunakan untuk meluapkan emosi pada si teman tanpa tau apa yang dia ucapkan? Ntahlah.. Saya penasaran sama si kecil itu. Kasian. Sekaligus jijik sebetulnya. Tapi lebih besar kasihannya. Lain kali kalo lewat sana pengen ajak ngobrol rasanya. Mungkin bawain dia sedikit makanan  dan minuman. Kalo  uang nggak lah. Soalnya mungkin saja ada sindikat yang memperkerja-paksakan anak-anak seusia itu di sana dan uang yang dikasi ke si anak malah digunakan untuk hal yang gak gak oleh orang-orang tak bertanggung-jawab itu.

Tuesday, April 19, 2011

Sepanjang Jalan Pulang

Waktu di jalan pulang les tadi ada dua hal yang saya notice :

1. Ingat pengemis yang pernah saya ceritain di postingan sebelumnya? Yang modusnya  pura-pura berkaki satu? Nah, dulunya pengemis semacam ini di perempatan SKA arah ke Labuh Baru itu  cuma ada satu orang, sekarang udah berkembang jadi tiga orang. Tadi yang saya liat cuma dua orang sih, tapi saya ingat yang dua orang tadi itu bukan yang biasanya nongkrong di sana. Yang dua ini anak baru kayaknya.

Kok saya bisa yakin banget? Ya iyalah, seminggu lima kali saya lewat  sana tiap  berangkat dan pulang les mau gak mau hapal juga kan mukanya. Yang dua ini baru wajahnya, belum familiar. Nah, yang saya gak habis pikir, mereka pikir sebodoh apa sih orang-orang yang lewat sana sampe percaya ada tiga orang pengemis berkaki satu di sana. Modus persis sama. Cowok-cowok berumur belasan atau dua puluhan yang melipat satu kaki ke dalam celana sehingga mereka terlihat buntung sebatas lutut, terus ngesot kesana-kemari dengan tampang memelas berharap orang-orang bakal kasian sama mereka.

2. Kalo yang kedua ini soal sampah. Bukan soal sampah yang menumpuk di pinggir jalan juga, melainkan soal seorang pengendara mobil yang seenaknya membuang sampah di depan muka saya di jalan pulang tadi.

Ini nih yang namanya DON'T  JUDGE THE BOOK JUST FROM THE COVER. Mobil boleh keluaran baru. Plat boleh plat pesanan. Tapi sikapnya  kalah dari pemulung. Pemulung aja kerjaannya mungutin sampah kan. Nah ini, cover orang kaya tapi jaga kebersihan aja gak bisa.

Di jalan raya besar, gak pula sepi, ini jalanan lagi padat-padatnya semrawut sana-sini, dia seenaknya buka kaca jendela dan melempar sampahnya begitu saja. Sampahnya bukan pula tisu atau kertas, tapi gelas plastik bekas minuman yang masih ada es batunya!! Serius ya itu yang buang sampah gak punya otak. Padahal pas saya kejar dan intip (kaca jendela pengemudi terbuka lebar) yang nyetir itu ibu-ibu perlente yang keliatannya high class banget, di sebelah ada anaknya pula, cowok, masih kecil. Ckckck... Contoh ibu yang baik sekali bukan. 

Thursday, March 24, 2011

Teruntuk Mas Pengemis di Simpang Empat SKA

di simpang empat SKA


Mas, saya sudah berapa kali melihat mas meminta-minta di perempatan sini..
Dengan kaki sebelah "buntung",  bermodalkan tangan dan pantat, bergerak ke sana-sini, dengan gagah berani menadahkan tangan demi sesuap nasi..
Mas, saya nggak tau gimana rasanya nggak punya kaki..
Dan mas, demi sesuap nasi rela memaksakan diri berpura-pura tidak mempunyai kaki..
Jangan sampai doa itu dikabulkan Tuhan suatu hari nanti..