Friday, May 5, 2017

Lunch Break at Japanese School

Saya lagi suka nonton youtube channel yang bercerita tentang kehidupan di Jepang. Mostly yang bikin video-video model begini itu orang-orang asing yang hidup di Jepang, atau yang bukan native Jepang, jadi mereka tau gimana perbandingan hidup di Jepang dan di luar Jepang.

So, there is this Youtube channel yang membahas tentang bagaimana jam makan siang anak-anak primary school di Jepang, yang menurut saya sistemnya sangat edukatif dan layak dicontoh bagi sekolah-sekolah lain di luar Jepang, terutama Indonesia.

Video ini berawal dengan disorotnya salah seorang siswi SD di Jepang saat mau berangkat sekolah.  Si anak diminta untuk menunjukkan tas sekolah dan isi buntelan yang dibawanya. Ada taplak, sumpit, sapu tangan, sikat gigi dan cangkir untuk kumur-kumur.

Scene cut to: kitchen school. Ada 5 orang pekerja yang bertugas untuk mempersiapkan makan siang bagi 682 anak di sekolah tersebut. Jadi saya berasumsi kalo di sekolah tersebut tidak ada kantin atau kafetaria. Kelima pekerja ini memakai pakaian yang pantas, apron, masker dan penutup rambut, supaya kebersihan makanan bagi anak-anak tetap terjaga. Mereka memasak berbagai jenis makanan; mulai dari mashed potato/nasi, lauk, dan sayur untuk anak-anak. Setelah selesai, makanan akan dimasukkan ke dalam tray/container dan dipisah ke dalam troli masing-masing kelas.

Kembali ke anak-anak di kelas, begitu bel jam makan siang berbunyi, para petugas piket makan siang bergegas. Anak-anak dibagi menjadi beberapa kelompok yang piket setiap harinya pada saat jam makan siang. Ada yang bertugas membagikan susu, membagikan roti, ada yang bertugas menyendokkan nasi, sayur dan lauk untuk teman-temannya. Sebelum mulai piket mereka akan mengenakan seragam wajib mereka; apron, masker dan penutup rambut. Kemudian ketua kelompok akan menanyakan apakah semua petugas sehat, apakah ada yang sedang diare, batuk atau flu, apakah semuanya sudah mengenakan penutup pakaian yang pantas. Harus dipastikan para petugas sehat dan tertutup sehingga tidak akan menulari anak-anak lainnya. Setelah dipastikan semuanya dalam kondisi prima, mereka akan mensterilkan tangan mereka dengan menggunakan hand sanitizer dan kemudian pergi ke dapur untuk menjemput jatah makan siang mereka.

Begitu sampai di dapur mereka akan berterima kasih kepada para petugas dapur yang telah mempersiapkan makan siang untuk mereka  sebelum mengambil troli makanan. Satu kebiasaan yang bagus dimana anak-anak diajarkan untuk berterima kasih dan menghargai orang lain.


Petugas Makan Siang
In charge to serve lunch

Petugas susu
In charge to serve milk

Di kelas, para petugas akan berjejer dan anak-anak yang lain akan antri untuk mengambil makan siang masing-masing. Yang bertanggung jawab untuk roti dan susu akan membagikan susu dan roti ke masing-masing meja temannya. Yang bertanggung jawab membagikan mashed potato, sayur dan lauk akan menyendokkan makanan tersebut untuk teman-temannya.  Setelah semua anak mendapatkan makanan masing-masing, guru wali kelas akan menginfokan bahan makanan mereka hari itu didapat dari mana.

“Hari ini kita makan siang dari kentang yang ditanam dan dipanen oleh anak kelas 6. Sedangkan ikan yang akan kita makan, dibeli segar dari pasar tradisional lokal. Minggu depan kita juga akan menanam kentang yang akan dipanen dan bisa kita makan di bulan Juli nanti.”






Mereka tau darimana bahan makanan tersebut didapat, waktu yang dibutuhkan untuk menanam atau usaha yang dibutuhkan untuk mendapatkan makanan tersebut tidak lah mudah. Dari sini anak-anak mendapat pelajaran untuk menghargai proses dan usaha. Juga untuk bersyukur dan tidak membuang-buang makanan.

School Lunch
This looks tasty!

Sampai di sini sudah selesai? Belum. Setelah selesai makan, anak-anak akan membuka kotak susu kosong mereka dan menumpuknya di satu tempat. Siswa piket yang bertanggung jawab untuk susu akan mengambil dan membilas kotak-kotak susu itu untuk kemudian dikeringkan dan keesokan harinya dimasukkan ke tempat recycle. Anak anak lainnya akan meletakkan piring dan mangkok makan siang mereka kembali ke troli dalam keadaan rapi sehingga petugas piket bisa dengan mudah mengembalikan mereka ke dapur. Setelah itu mereka menggosok gigi bersama dan membereskan meja mereka kembali.

Lagi-lagi satu proses yang simple namun berjuta manfaat bagi anak-anak. Saya yakin kalo baik anak-anak maupun orang dewasa di Indonesia masih sangat awam dengan yang namanya reuse, reduce dan recycle. Membedakan tempat sampah organik dan non organik saja sejak saya masih SD sampe sekarang masih belum terealisasikan sampe sekarang di lingkungan kita.  Namun anak-anak di Jepang, mereka sudah berkutat dengan hal-hal semacam ini sehari-hari. Menjaga kebersihan lingkungan, kebersihan tubuh, mendaur ulang sampah, sudah jadi hal yang awam bagi mereka. Kenapa? Karena sudah diperkenalkan dan dibiasakan sejak dini.

Dan hal ini rutin mereka lakukan setiap hari.

Video berdurasi 8 menit ini sukses membuat saya terperangah dan terharu. As I quote from the principal’s statement in the beginning of the video, “The 45 minutes lunch period is considered as an educational period, same as math or reading.” Sama pentingnya dengan pelajaran matematika dan membaca. Pernyataan yang singkat tapi sangat mengena.

Dari sini, banyak hal yang saya pelajari. Anak-anak yang diajarkan konsisten sejak kecil. Mereka diberi tanggung jawab dan kepercayaan untuk melakukan sesuatu dan melayani satu sama lain. Mereka belajar untuk menghargai satu sama lain. Mereka belajar untuk menghargai setiap tetes usaha. Mereka belajar untuk menghargai setiap makanan yang mereka terima. Sesuatu yang sangat jarang saya temui di lingkungan saya sendiri.