Saya sudah pernah membahas tentang pengemis berkaki buntung dua kali di postingan sebelumnya. Nah kali ini saya ingin membahas tentang rekan mereka, para pengemis kecil.
Kenapa saya bilang rekan? Karena pengemis anak kecil yang saya perhatikan tempat mangkalnya sama dengan para pengemis 'buntung' itu yaitu di perempatan SKA.
Saya sering memperhatikan para pengemis di sini karena saya hampir setiap hari lewat sana. Pengemis kecil ini ada satu orang yang sudah beberapa kali saya tandai karena sikapnya yang sangat tidak baik untuk seorang anak kecil. Anak kecil perempuan yang usianya tak lebih dari 6 tahun.
Hal yang membuat saya ingat dengan si kecil ini adalah ketika ada pengemis "buntung" baru di area mereka. Mungkin karena menganggap persaingan akan semakin ketat dengan adanya si 'buntung' baru, dia jadi kurang suka dan menginginkan agar si 'buntung' baru pergi.
Hal ini ditunjukkan dengan cara mengata-ngatai si 'buntung'. Gak terima dihina, si 'buntung' balas caci. Umpat-mengumpat dilanjutkan tanpa peduli pada pengendara yang memandang mereka. Dan karena merasa kalah akhirnya si kecil meraup pasir di pinggir jalan dan melemparnya pada si 'buntung'. Lampu berubah hijau dan kami berlalu dari situ dengan kesan mendalam pada si kecil.
Saya sering memperhatikan para pengemis di sini karena saya hampir setiap hari lewat sana. Pengemis kecil ini ada satu orang yang sudah beberapa kali saya tandai karena sikapnya yang sangat tidak baik untuk seorang anak kecil. Anak kecil perempuan yang usianya tak lebih dari 6 tahun.
Hal yang membuat saya ingat dengan si kecil ini adalah ketika ada pengemis "buntung" baru di area mereka. Mungkin karena menganggap persaingan akan semakin ketat dengan adanya si 'buntung' baru, dia jadi kurang suka dan menginginkan agar si 'buntung' baru pergi.
Hal ini ditunjukkan dengan cara mengata-ngatai si 'buntung'. Gak terima dihina, si 'buntung' balas caci. Umpat-mengumpat dilanjutkan tanpa peduli pada pengendara yang memandang mereka. Dan karena merasa kalah akhirnya si kecil meraup pasir di pinggir jalan dan melemparnya pada si 'buntung'. Lampu berubah hijau dan kami berlalu dari situ dengan kesan mendalam pada si kecil.
Dan kemaren, lagi-lagi saya melihat si anak kecil ini. Kali ini dia berdua dengan temannya, sama-sama pengemis kecil. Awalnya saya gak memperhatikan mereka sampai saya mendengar kata-kata yang sangat tidak pantas terlontar dari mulut mereka.
"Kau poyo!! Poyo lonte!!" umpatnya marah pada si teman.
Cuma empat kata itu yang terdengar oleh saya karena setelah itu lampu berubah hijau dan kami pun berlalu. Tapi lagi-lagi hal ini menjadi bahan pikiran saya di sepanjang jalan pulang. Bagaimana bisa kata-kata semacam "poyok" dan "lonte" keluar dari mulut seorang anak sekecil itu? Kata-kata yang sangat tidak pantas diucapkan oleh orang dewasa apalagi oleh anak seumuran dia. Merinding rasanya pas dengar teriakan itu. Dia tau gak sih apa yang dia ucapin itu? Atau itu cuma sekedar digunakan untuk meluapkan emosi pada si teman tanpa tau apa yang dia ucapkan? Ntahlah.. Saya penasaran sama si kecil itu. Kasian. Sekaligus jijik sebetulnya. Tapi lebih besar kasihannya. Lain kali kalo lewat sana pengen ajak ngobrol rasanya. Mungkin bawain dia sedikit makanan dan minuman. Kalo uang nggak lah. Soalnya mungkin saja ada sindikat yang memperkerja-paksakan anak-anak seusia itu di sana dan uang yang dikasi ke si anak malah digunakan untuk hal yang gak gak oleh orang-orang tak bertanggung-jawab itu.