Saturday, December 18, 2010

Whether or Not

Whether the weather is fine
or whether the weather is not
whether the weather is cold
or whether the weather is hot
we'll weather the weather
whatever the weather
whether we like it or not

When it is 32 but feels like 39 degree

Tuesday, December 14, 2010

Kaos The Legend



Dapat kiriman paket dari:





saudara Primebound, yang tentu saja ditujukan kepada:



saya







Isi dari paket tersebut adalah:







Jengjengjeng!!! Sebuah kaos dari distro XXX edisi The Legend yang kiyut banget karena Beatles nya berbentuk kartun begini..

(btw, label harganya masih nempel lho)







Dan yang paling saya syukuri adalah kaos ini bisa muat di badan saya yang tidak bisa dibilang sedang-sedang saja ini. Terimakasih. :))



Sunday, November 7, 2010

Wong Ndeso(?)

Ndeso itu buang sampah sembarangan dan banyak wong ndeso di Jakarta yang suka buang sampah sembarangan.

Saya mikir ketika membaca tulisan itu. Apa hubungannya buang sampah sembarangan dengan ndeso? Apa sesuatu yang ndeso itu sudah pasti yang jelek? Dan semua yang jelek-jelek itu sudah pasti ndeso? Kok kesannya sangat tidak adil dan mendiskreditkan desa begitu. Memangnya apa yang salah dengan menjadi orang desa? Toh cuma perbedaan nasib dan kesempatan saja ada yang dilahirkan di kota, ada yang dilahirkan di desa, ada yang dilahirkan di Amerika, ada yang dilahirkan di Surabaya. Kita toh gabisa minta mau dilahirkan dimana, di keluarga macam apa, dan dalam kondisi seperti apa. Semuanya sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa dengan hikmah di balik setiap keberadaan kita. Oke, mulai sok bijak.

Tapi intinya, saya heran. Apa masalahnya dengan status orang desa? Saya tidak malu mengakui bahwa saya orang desa. Kampung saya nun jauh di sana kota kecil terpelosok penghasil ikan di pinggiran selat Malaka yang bahkan namanya belum pernah terdengar oleh kalian. Terus kenapa? Apa dengan menjadi orang desa berarti berstatus lebih rendah dari orang kota?

Masalah kebersihan lingkungan begini menurut saya gak ada hubungannya sama status wong ndeso atau warga kota. Ini cuma masalah kepedulian, yang justru semakin jarang ditemukan di kota-kota besar.

Balik ke masalah wong ndeso, mungkin benar, tingkat pengetahuan sebagian besar orang-orang desa lebih rendah dari pada orang kota. Namun itu bukan berarti mereka bodoh dan ga peduli. Apalagi dengan tuduhan “buang sampah sembarangan itu ndeso”. Ada bukti apa sungai-sungai di Jakarta sono dicemari oleh para wong ndeso? Lo kate Jakarta doang yang punya sungai? Sebanyak itu sungai-sungai lain, tapi kok yang sering kebanjiran Jakarta mulu ya. Di desa-desa apalagi. Kagak pernah nonton TV lo liat noh sungai dan perairan-perairan lain yang ada di desa malah jauh lebih bersih dan jernih daripada sungai-sungai di Jakarta. Trus apa? Yang tinggal di desa itu orang-orang kota? Ngik-ngok..

Sangat tidak adil kan menilai seseorang hanya dari tempat asalnya, desa atau kota. Gara-gara persepsi umum terhadap wong ndeso dan orang kota sih ya. Wong ndeso ya nganggap orang kota itu biasanya kaya, cakep, penampilan oke, dan pintar. Begitu juga sebaliknya, orang kota nganggapnya wong ndeso itu kurang mampu secara ekonomi, ga gaul, norak, penampilan seadanya, dan memiliki tingkat intelektualitas dan intelegensi yang rendah. Padahal tidak begitu kenyataannya. Siapa bilang orang desa ga ada yang tajir, gaya oke, cakep, dan berintelegensi tinggi. Dan liat pula realitas orang-orang  yang tinggal di kota yang cukup banyak menyajikan kemiskinan dimana-mana. Atau bahkan orang-orang kota yang walau sudah sekolah tinggi, ngakunya kaum intelek, punya rumah gedong dan kemana-mana naik mobil mahal, tapi masih juga buang sampah sembarangan.

Gak bisa dipungkiri memang sekarang ini sebutan wong ndeso itu sering banget dipake dan terkesan sangat menyepelekan. Tapi jangan lupa dibalik remehnya sebutan wong ndeso itu masih tersimpan pandangan baik juga tentang sifat-sifat baik orang-orang desa yang lugu, ramah dan baik hati.


Yo wis ben wong arep ngomong opo

Yo wis ben aku ini memang wong ndeso

Yo wis ben arep ngomong empat mata

Yo wis ben sing penting ora kalah karo wong kota

Puas? Puas?


Tukul Arwana

Thursday, January 14, 2010

Wanita dan Emansipasinya


Emansipasi. Apa sih arti emansipasi itu sebenarnya? Kalo kamu cewek pasti familiar banget dong sama kata yang satu ini. Emansipasi itu ada karena adanya ketidakadilan yang diberlakukan kepada perempuan, adanya ketidaksamaan hak yang dimilik perempuan dengan laki-laki dengan alasan gender. Maka emansipasi adalah suatu pemikiran yang bertujuan menyamakan hak-hak perempuan dengan hak laki-laki, membela dan melindungi hak-hak tersebut.

Kalo zaman Siti Nurbaya dulu, eh ngga ding. Salah cerita. Kalo zaman Ibu Kita Kartini dulu, fungsi perempuan itu : melayani suami, hamil, ngurusin anak, masak dan ngurusin rumah, dll. Ngga boleh sekolah, mau kawin aja pake dijodohin dulu. (eh bener juga contohnya Siti Nurbaya).
Nah, sekarang berkat Ibu Kita Kartini, perempuan udah boleh belajar, sekolah, kerja, bebas mau ngapain aja. Tapi rasanya masih aja ngga adil. Kenapa? Kalo menurut saya sih ga lain karena para perempuan ini sendiri.

Kadang saya suka sebel sama kata emansipasi. Sama cewek-cewek juga. Mereka selalu menyorak-nyoraikan emansipasi dimana-mana. Menuntut hak mereka disamakan dengan laki-laki. Menuntut supaya mereka tidak lagi dibedakan dan didiskriminasi. Tapi sadar ngga sih kalo cewek-cewek ini mau enak nya aja. Menuntuk hak yang sama tapi kewajiban ngga.

Contoh: Kalo cewek sama cowok makan bareng, pasti ada etika dimana si cowok yang harus bayar. Cewek enak-enakan makan, yang kering dompetnya yang cowok. Contoh lain, kalo ada cewek bawa barang berat terus ada temen cowok nya liat ngga bantuin, pasti si cowok ini bakal dijelek-jelekkin. Ngga punya perasaan lah, ngga gentle lah. Banci lah. Lah katanya emansipasi? Belom lagi kalo dari segi hukum. Suami kalo punya duit, duit bersama. Istri kalo kerja, ga ada kewajiban duitnya harus dibagi ke suami. Istilahnya milikmu milikku, milikku ya milikku. Berasa ga sih kalo disini justru para pria yang di diskriminasi kan?

Tapi sepertinya cewek sama cowok ga bakal bisa sama deh. Kodratnya aja udah beda. Dalam Islam juga, laki-laki adalah imam. Dia lah sang pemimpin. Tapi Islam ga mendiskriminasi perempuan lho, justru Islam sangat menghargai perempuan. Dan laki-laki itu ada untuk melindungi perempuan. Dan soal hak, sama sekali ngga ada perbedaan. Kita ada di garis horizontal. Sejajar. Haduh, pusing. Kok jadi berat gini bahasannya?

Udahan ah! Intinya, wahai kalian para gadis. Kalo benar-benar mau disamain sama cowok, jangan cuma enaknya doang dong. Buktiin sama cowok-cowok itu kalo kalian emang bisa. Jangan manja. Jangan cengeng. Kalo perempuan masih aja menye-menye, manja, suka nangis, suka nuntut, gimana cowok-cowok itu mau percaya kalian mampu? Lah apa-apa masih ngarep dari cowok ini.