Raj Batra adalah seorang pengusaha dan pemilik toko fashion
di daerah Chandni Chowk, New Delhi. Ia memiliki seorang istri, Mitha Batra, dan
anak perempuan bernama Pia. Mitha, layaknya ibu-ibu pada umumnya, selalu menginginkan
yang terbaik untuk anaknya. As too much as it sounds, dia sangat berlebihan
dalam memproteksi Pia. Lotion anti nyamuk dan SPF harus diaplikasikan sebelum
bermain di luar, mainan di playground harus dilap dengan cairan pembersih sebelum Pia menyentuhnya, ini
semua adalah gambaran betapa Mitha sangat sangat menjaga Pia dan menginginkan
yang terbaik untuk sang anak.
Masalah muncul ketika Mitha membuat list sekolah-sekolah
terbaik yang diincarnya untuk Pia. Sekolah tersebut harus lah termasuk TOP 5
school di India, berbahasa pengantar Inggris, dengan lingkungan yang kondusif
dan kemungkinan Pia untuk berteman dengan anak-anak berkelas lainnya, anak-anak
dari para politikus dan industrial tycoon, demikian ambisi Mitha. Sekolah yang juga telah menghasilkan sederetan orang-orang hebat, terkenal dan berpengaruh dalam daftar alumninya.
Hal ini semakin terpicu karena pada saat sedang bermain di playground perumahan rumah mereka yang baru, anak-anak yang lain tidak ada yang mau bermain dengan Pia dengan alasan:
"She speaks in Hindi."
"Why don't you speak in Hindi, too?"
"Mom doesn't let me."
Mitha dan Raj tidak
tumbuh di keluarga dari golongan berada.
Raj adalah anak seorang penjahit yang tinggal di wilayah pinggiran New
Delhi, demikian pula Mitha yang tinggal di lingkungan yang sama. Seiring dengan
bertumbuhnya ekonomi keluarga mereka dan usaha Raj yang semakin sukses,
sekarang mereka sudah termasuk ke golongan orang kaya walau beberapa hal tidak
bisa diubah. Raj tetap pada seleranya yang menyukai lagu-lagu trot (yang
menurut Mitha sangat norak dan kampungan) dan tidak bisa berbahasa Inggris,
suatu keharusan jika ingin diakui sebagai kaum kelas
atas.
Untuk membantu Mitha supaya Pia bisa diterima di
sekolah-sekolah top tersebut, salah seorang teman menyarankan Mitha untuk
bertemu dengan seorang konsultan pendidikan professional.
Program Consultant: “Jam 9 Basic English, jam 2 Math, jam 4
swimming lesson.”
Mitha: “Full? Lalu kapan jam makan dan tidur siang nya?”
PC: *menatap nista* Kalian tau? Para orangtua biasanya
mem-booking saya saat mereka masih dalam trisemester pertama. Kalian sudah
sangat ketinggalan begini masih memikirkan jam makan dan tidur siang?”
Singkat cerita, setelah mengikuti sesi dan saran-saran dari si Program Consultant,
usaha Mitha tetaplah sia-sia. Pia tidak diterima di satupun dari 5 target
sekolah yang diincarnya. Mitha sangat kecewa dan menumpahkan semua kekesalannya
pada sang suami. Di saat mereka sedang bertengkar, datanglah salah seorang
karyawan Raj di toko membawa laddoo (manisan) untuk berterima kasih karena
berkat Raj, anaknya bisa diterima di Prakriti School, salah satu sekolah top
yang diincar Mitha.
“Waktu Sir memintaku untuk mengambil form pendaftaran untuk Pia Baby, aku
melihat satu barisan berbeda yang dikhususkan untuk anak-anak kurang mampu.
Maka aku mengantri dan mengambil satu form untuk anakku.”
Dan kemudian Raj dan Mitha pun berniat melakukan hal yang
sama, memalsukan dokumen dan mendaftar
melalui jalur khusus untuk orang-orang kurang mampu. Bahkan ketika diberitakan
peserta yang melamar untuk jalur khusus ini akan dikunjungi satu per satu
karena maraknya kabar banyak orang kaya yang menyerobot jatah orang tidak mampu
(persis yang sedang mereka lakukan), Raj dan Mitha pindah ke area kumuh untuk mengelabui petugas survey sekolah sampai anak mereka diterima.
Film ini mengingatkan saya bahwa Indonesia dan India
memiliki banyak kesamaan. Betapa Bahasa Inggris dianggap sebagai bahasa kaum terpelajar dan orang-orang kelas atas, orang tua yang
mengincar sekolah-sekolah internasional sebagai tempat mendidik anak mereka
nanti. Tidak ada yang salah. Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik
untuk anak mereka, kadang sampai rela menempuh cara apapun untuk mewujudkan hal
tersebut.
Dengan sentilan-sentilan ringan terhadap isu parenting dan
dunia pendidikan, film ini memberi gambaran bahwa tidak peduli beda kasta ekonomi
ataupun edukasi, yang paling penting itu adalah hati. Kalo kalian sudah nonton film Hindi
Medium, pasti mengerti apa yang saya maksud di sini.
Genre: drama, komedi
Run Time: 132 min
Rate: 8/10